RSS

You can replace this text by going to "Layout" and then "Page Elements" section. Edit " About "

Hank Luisetti : A Story of One Handed Shoot that Change The Game Forever

Hanya dengan ayunan satu tangan saja, seorang mahasiswa keturunan warga imigran italia bisa menghadirkan sebuah revolusi yang dampaknya masih bisa kita rasakan hingga hari ini. Tidak percaya ?. Bacalah buku-buku bermutu yang membahas tentang perkembangan olahraga Basketball, niscaya anda akan menemukan namanya ditempatkan pada posisi yang terhormat sebagai pioneer sekaligus agent of change yang mengubah gaya permainan Basketball dari permainan monoton yang berirama lambat menjadi permainan yang ber-ritme cepat, dinamis dan atraktif sekaligus akrobatik. Tidak hanya itu. Dia juga mengubah mind-set para pemain dan pelatih professional pada cabang olahraga ini dengan menghadirkan gaya permainan dan gerakan yang lebih luwes, lincah dan atraktif dalam upayanya memasukkan bola ke dalam keranjang dan mencetak score. Hank Luisetti Autographed 1993-1994 Action Packed Hall of Fame Card.

Hank Luisetti, adalah nama mahasiswa yang sedang kita perbincangkan sekarang. Dan sebelum pembicaraan tentang Revolusi pada permainan bola basket ini beranjak jauh, izinkan saya memberikan illustrasi kontekstual. Permainan bola basket pada masa Luisetti belum memiliki liga professional, dan hanya ada liga amatir antar klub di tingkat negara bagian (state) sampai terbentuknya NBA pada 1946. Pada masa itu, permainan ini masih populer di kalangan warga Amerika sebagai liga tanding antar kampus dan itupun terbagi atas beberapa Conference sehingga jawara tanding di suatu wilayah sulit memperoleh claim sebagai jawara se-Amerika. Sebab utamanya adalah keterbatasan dana dan kebijakan pengetatan anggaran pembinaan olahraga di tiap kampus terutama semasa Depresi Ekonomi Besar (Malaise) melanda Amerika di tahun-tahun sulit sepanjang 1929-1941 yang disusul dengan pecahnya Perang Dunia 2. Mahalnya biaya transportasi untuk penyelenggaraan pertandingan lintas negara bagian, mengakibatkan lambatnya pertumbuhan cabang olah raga ini. Saat itu di tahun 1920-1930-an, penggunaan pesawat udara sebagai moda transportasi massal belum menjadi pilihan sebab biayanya mahal, daya angkut dan armadanya sedikit serta beresiko tinggi, selain teknologinya memang belum secanggih sekarang. Perlu diingat, Orville dan Wilbur Wright sendiri baru menemukan pesawat udara pada 1910. Maka, naik kereta api uap berhari-hari bahkan berbilang minggu adalah pilihan paling masuk akal sebagai moda transportasi lintas negara bagian di masa itu. Koran dan majalah adalah satu-satunya media publikasi saat itu. Sebab itulah, National Invitation Tournament untuk Basketball se-Amerika baru pertama kalinya diselenggarakan pada 1938, dan NCAA sendiri baru berhasil menyelenggarakan Playoff antar jawara Basketball zona pantai barat dan jawara zona pantai timur untuk pertama kalinya pada tahun 1939. Pola permainan bola basket di masa awal liga amatir (1900-1930-an) tidak sedinamis sekarang. Di masa itu, lemparan tiga angka (three point shoot), Blocked Shoot, Rebound dan Steals belum diperhitungkan dalam statistik prestasi pemain serta The Shot Clock yang memaksa pemain dan tim untuk lebih cepat mencetak point saat berada di garis pertahanan lawan (foul line) baru ditetapkan sebagai aturan permainan hampir 50 tahun kemudian. Permainan bola basket saat itu lebih merupakan permainan dengan ritme yang lambat dan membosankan dengan score akhir kedua tim tanding tidak pernah lebih dari 2 digit, dan sangat jarang kedua tim tanding mencapai total score lebih dari 50. Hampir keseluruhannya adalah aktifitas gerak mengoper bola antar pemain (pass-to pass), dribling bola per tiga langkah dan melakukan set shoot jika beruntung. Set shoot adalah gerakan memasukkan bola ke keranjang yang dilakukan dengan melakukan gerakan mendorong bola ke udara dengan kedua tangan, sementara kaki tetap berada di lantai. Disebut set shoot sebab umumnya para pemain tetap berdiri tegak-diam (set) saat melakukan lemparan. Set shoot di masa itu, biasanya dilakukan dari jarak dekat atau bahkan dari bawah keranjang oleh pemain depan. Pemain bertahan, hampir tak pernah mencetak angka, sebab memang bukan itu tugasnya!. Permainan ini lebih banyak didominasi oleh adu strategi dan mencuri kesempatan untuk memotong operan pemain lawan atau mengambil bola pantulan (rebound), melakukan tembakan hukuman dan tembakan set shoot untuk mencetak angka jika beruntung. Pada masa itu, jangan membayangkan ada pemain yang melompat-lompat, jump-shoot, alley-up, bahkan slam dunk. Di era 1930-an itulah Hank Luisetti tumbuh, belajar sekaligus mulai berkarier sebagai atlit bola basket di Standford University – Northern California USA. Adalah Hank Luisetti, pemain bola basket Standford University (Standford Cardinal) yang mula-mula melakukan one-handed shoot (lemparan yang dilakukan dengan satu tangan, terkadang dilakukan sambil melompat ke udara). Gerakan ini bukanlah suatu gerakan hasil cipta kreatifitas Luisetti sebagai seorang pemain, namun lebih didasari oleh keterdesakan bahkan nyaris kebetulan. Bermain bola basket dan mencetak score dengan lompatan satu tangan, sudah dilakukannya semenjak bermain basket untuk tim sekolah menengahnya, Galileo High School di kota kelahirannya, San Fransisco. Luisetti bertutur tentang asal mula sekaligus alasan melakukan one-handed shoot yang diperkenalkannya, bahwa “aku tak dapat mencetak angka dengan lemparan dua tangan, sebab bolanya tak pernah mencapai keranjang kalau aku melakukan lemparan dengan kedua tanganku sementara kedua kakiku masih menginjak lantai”. Dia melanjutkan, “Saat mendapat bola, aku melakukan dribling satu atau dua kali, kemudian sambil melompat aku mendorong bola dari dekat sisi kanan wajahku ke arah keranjang dengan jemari tangan kananku”. Gerakan ini adalah cikal-bakal jump-shoot yang dikembangkan oleh Joe Fulks pada dekade kemudian. Beruntung, pelatihnya tidak melarang melakukan gaya lemparan bola dengan satu tangan ke arah keranjang yang memang masih merupakan gerakan tidak wajar saat itu. Sikap mental terbuka sang pelatih inilah yang boleh jadi mengantarkan Luisetti dan tim-nya berhasil memenangkan kompetisi bola basket antar sekolah se-kotanya (San Francisco) selama 2 tahun berturut-turut di tahun 1933-1934. Prestasi ini pula yang mengantarkannya memperoleh beasiswa khusus dan kuliah di Stanford University. Ketenaran Luisetti saat itu, barulah di tingkat kota dan terutama di lingkungan warga kampus Stanford University. Publikasi media cetaklah yang menjadikan namanya tercatat dalam jagad perbolabasketan hanya dalam satu malam saat menjelang pergantian tahun baru, 30 Desember 1936. Malam itu bertempat di stadion Madison Square Garden New York dilangsungkan pertandingan bola basket antar kampus Standford University, sang Jawara bertahan wilayah Pasifik melawan Long Island University, yang telah digadang-gadang sebagai Tim bola basket kampus nomor 1 se-Amerika, dengan rekor tanding 43 kali tanpa pernah kalah. Pada masa itu belum banyak pilihan hiburan bagi warga kota untuk mengisi malam-malam liburan natal menjelang tahun baru. Menghabiskan malam dingin dengan nonton pertandingan bola basket antar jawara Wilayah Pasifik melawan jawara nasional yang memiliki rekor 43 kali tak terkalahkan jelas merupakan pilihan terbaik untuk melewatkan malam. Walhasil, tercatatlah rekor penonton yang hadir di stadion Madison Square Garden saat itu sebanyak 17.623 orang. Media cetak, fotografer dan illustator bersemangat untuk turut hadir dalam rangka menyaksikan laga yang memang sudah dipublikasikan jauh hari sebelumnya. Pertandingan malam itu berlangsung atraktif dan semua pandangan mata penonton tertuju pada sosok pria kurus setinggi 6,2 kaki dari tim penantang, dialah Hank Luisetti. Tidak seperti pemain lainnya yang melakukan tembakan dengan dua tangan (set shoot), Hank melakukannya dengan satu tangan saja dan terkadang dilakukan sambil melompat. Gerakan yang tidak wajar ini jelas membingungkan pelatih dan pemain Long Island University. Fakta bahwa gerakan itu bukanlah suatu gerakan yang melanggar peraturan permainan, membuat mereka makin gusar sekaligus tercengang. Long Island University (LIU Balckbirds) musti mengakhiri rekor 43 kali tak terkalahkan, setelah dibabat oleh Luisetti dan tim-nya dari Standford Cardinal dengan skor akhir 45-31 untuk Cardinal. Kehebatan Luisetti pada pertandingan bersejarah hari itu, digambarkan dengan sempurna oleh James Bingham, Illustrator majalah Esquire. "Luisetti Scores Again" Postcard Series Great Moment In Sports from Esquire Magazine-1944
Pada masa itu, teknologi kamera belum dapat menangkap gambar bergerak dengan sempurna, sehingga moment-moment obyek bergerak biasanya diabadikan illustrator. Berikut ini adalah seri kartupos berilustrasi yang dicetak khusus oleh majalah Esquire pada tahun 1944, dengan tajuk Great Moment In Sport. Seri kartu pos ini berjumlah 14 buah dalam 1 set, dan untuk kartu bergambar Hank Luisetti ini adalah kartu nomor 2 dari 14. Luisetti sendiri mencetak 15 angka malam itu, dan saat ia meninggalkan lapangan, semua penonton yang hadir serentak berdiri dan bertepuk tangan memberikan penghormatan (standing ovation). Salah seorang penonton yang turut hadir malam itu adalah Ray Lumpp yang kelak menjadi bintang NBA dan menjadi anggota Tim New York Knicks. Saat itu, ia masih bocah usia sekolah dasar dan menuturkan kenangannya kepada San Francisco Chronicle yang mengulas profile Hank Luisetti dalam artikel Obituari, edisi Desember 2002. “Saat kami kembali ke sekolah sesudah menghabiskan libur Natal 1936-37, semua anak laki-laki ingin seperti Hank, dan mereka berlomba-lomba memasukkan bola ke ring basket di sekolah dengan satu tangan sambil melompat”. Pertandingan malam itu mendapat porsi publikasi luar biasa dari koran-koran dan majalah dengan kepiawaian Hank dalam menggunakan satu tangan dan mengantarkan Stanford Kardinal menjadi Jawara baru sebagai ulasan utama. Namun hal ini bukannya tanpa kontroversi. Nat Holman, pioneer dan pemain bola basket veteran yang saat itu mulai melatih City College of New York (CCNY) berkomentar kepada New York Times edisi 3 Januari 1937 yang mengulas hasil akhir pertandingan fenomenal malam itu, dan mengutip komentarnya bahwa “Gaya permainan semacam itu bukanlah Basketball !” lalu ia menegaskan, “Jika ada pemain saya di CCNY yang melakukan tembakan dengan satu tangan, saya pasti sudah berhenti melatih”. Namun seiring waktu, gaya permainan berubah dan beberapa tahun kemudian, Nat Holman menyatakan di koran yang sama bahwa “Hank adalah pemain basket yang piawai menembak bola ke keranjang (shooter), penggiring bola (dribble) yang spektakuler. Ia mampu menerobos pertahanan lawan dengan kelincahan yang mengagumkan. Dia seorang pemain basket yang sempurna dalam banyak hal, dan yang terbaik yang pernah saya lihat”. Hank Luisetti – Autographed First Day Covers Basketball Centennial 1991
Luisetti menciptakan rekor sebagai pemain basket pertama yang mencetak angka terbanyak dalam satu pertandingan tunggal pada 1 Januari 1938. Malam itu, ia mencetak 50 angka untuk kemenangan Stanford Cardinal saat melawan Cleveland Duquesne dengan skor 92-27. Jangan lupa bahwa saat itu, three point belum dikenal, dan jumlah skor akhir pertandingan kedua tim tanding untuk permainan basket saat itu rata-rata dibawah 50 point, namun Luisetti mencetak 50 point untuk dirinya sendiri yang dihasilkan dari 23 field goal (FG) dan 4 free throw (FT). Hank Luisetti serta merta menjadi atlet basket sekaligus selebriti pertama dari cabang olahraga ini. Paramount Picture, perusahaan papan atas pembuat film asal Hollywood mencoba mengkapitalisasi popularitas Luisetti dengan membuat film yang dibintangi Luisetti dengan judul Campus Confession. Film ini gagal di pasaran dan Luisetti kelak mengenang bahwa ia tidak terlalu menyukai perannya saat itu. Luisetti mengakhiri masa perkuliahannya di Standford pada akhir tahun 1938 sebagai kampiun bola basket yang mengantongi rekor 1596 point, 2 kali dinobatkan sebagai Player of The Year dan 3 kali All American Team. Pada tahun 1959, dia adalah salah satu pemain yang mula-mula dinobatkan (First Inductee) dalam Basketball Hall of Fame bersama George Mikan. Sport Illustrated Magazine juga menempatkan namanya sebagai salah satu pemain berpengaruh pada awal abad 20. Hank Luisetti yang juga seorang veteran Angkatan Laut Amerika saat pecah Perang Dunia II ini wafat di San Meteo – California pada 17 Desember 2002 di usia 86 tahun.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Collecting Basketball Cards ; A journey of Re-Write My Childhood Dream

Setiap orang, umumnya memiliki sisi lain dalam dirinya yang berwarna-warni, dan dalam sebagiannya, terdapat sisi yang gelap dan kelam. Meski demikian, keyakinan dan hasrat kuat untuk selalu menjadikan hari esok lebih baik dari kemarin tetap merupakan cahaya yang menjadi penerang sisi gelap itu. Lagipula, bukankah sekelam apapun masa lalu seseorang, masa depannya masih tetap suci dari noda. Karena itulah, Tuhan dengan Kuasa-Nya yang meliputi segala sesuatu, senantiasa memberikan kesempatan kedua, ketiga, keempat dan ribuan kesempatan baru di tiap jenak-jenak kehidupan kita, agar kita dapat menjadi hamba-Nya yang baik dan setia mengikuti bimbingan-Nya sebagaimana tertulis dalam Kitab Suci. Kawan, saya menulis narasi ini dengan penuh syukur meski bagi kalian hal yang saya syukuri dan saya tulis ini kedengaran aneh atau remeh. Namun, izinkan saya menyelesaikan tulisan ini, sebab inilah salah satu cara ekspresi kesyukuran saya atas Barakah-Nya. Ya, ini semua tentang kartu bergambar pemain basket. Bukan pemain basket dari negeri kita ini, tetapi pemain basket di negeri Paman Sam. Bukan pemain yang masih berlaga di musim tanding ini, namun pemain lawas yang namanya masih terus diingat orang, sebagai salah satu yang terbaik, terbesar, dan mendapat posisi istimewa sebab pencapaian-pencapaiannya selama berkarir di liga NBA. Kartu bergambar pemain basket ini telah menyihir saya sejak SMP.

Waktu itu, saya menyukai gagasan tentang pembuatan kartu basket. Daripada mengabadikan pemain basket yang lincah, atraktif dan atletis itu dalam bentuk foto ukuran postcard atau poster, lebih baik berbentuk kartu eksklusif seukuran saku. Hasilnya adalah kartu ekslusif, wangi, seukuran saku, bergambar pemain basket sedang beraksi dengan indah yang dipadu dengan hiasan atau warna yang serasi. Data personal dan statistik pencapaian, juga dicantumkan di bagian belakang. Bagi saya, ini adalah ide yang luar biasa. Era 1990-an, adalah tahun-tahun penuh kemeriahan di beberapa cabang olah raga, dan terutama Basketball. Hanya di cabang olah raga ini, tiga gerakan utama dalam atletik yakni lari, lompat dan lempar, bisa berpadu sempurna. Saat itu, saya adalah remaja tanggung yang juga turut larut dalam euforia Basketball ini. NBA adalah liga yang siaran langsung atau siaran tunda pertandingannya selalu saya nantikan. Terdapat pula program Televisi bertajuk NBA Action! yang tak pernah saya lewatkan. Bersama kawan, saya numpang nonton TV di rumahnya. Waktu itu, televisi boleh dianggap barang mewah, dan keluarga saya belum memilikinya di rumah kami. Jadi, nonton bareng bergiliran di rumah kawan yang memiliki TV di rumahnya adalah satu-satunya pilihan terbaik. Bersyukur kepada Tuhan, untuk kartu bergambar pemain basket di negeri orang?? Aneh dan setengah Gila !! Tetapi kawan, bukankah impian bocah remaja tanggung adalah impian polos yang dipenuhi kegilaan dan kemusykilan untuk dapat diwujudkan pada saat mimpi itu berpendaran di nalar bawah sadar?. Sebab semua kita adalah mantan bocah remaja, maka saya percaya, kita pasti pernah mengalaminya. Impian itu bisa berupa apa saja, merambah dari soal materi ke immateri, dari soal yang fisika hingga metafisika. Pokoknya, dari mulai hal-hal yang realistis ke hal-hal yang musykil. Dari mobil-mobilan sampai mobil betulan, dari soal sepatu olah raga sampai urusan postur tubuh, impian menjelajah tempat baru, mendalami keahlian baru, soal lawan jenis bahkan ke soal-soal yang metafisik ataupun setengah klenik. Impian remaja merambah liar ke semua area. Karenanya, salah satu penderitaan terbesar yang musti ditanggung anak cucu Adam adalah impian masa remaja yang gagal diwujudkan pada waktunya, sehingga terus menghantui hingga tua. Jika anda terperangkap dalam situasi ini, mungkin sebagian orang menganggapnya sebagai musibah, sehingga muncullah mantera kutukan yang populer “Boys is always be The Boys”. Bagi saya, keterperangkapan ini mudah-mudahan menjadi berkah, sebab telah datang kesempatan bagi saya untuk merakit ulang mimpi masa puber saya yang hancur tercerabut dan tercabik. Impian saya saat remaja, sewaktu masih duduk di bangku SMP, adalah saya bisa memiliki kartu-kartu bergambar pemain basket hebat yang terkenal. Lewat tabloid olah raga, majalah HAI, ulasan di koran, saya mengenal figur pemain lawas ini. KAREEM ABDUL JABBAR namanya. Suatu waktu, saya berjalan-jalan di sebuah Mall di Jakarta Timur, dan di sebuah HobbyShop disana, saya mendapati kartu basket Kareem Abdul-Jabbar dipajang di showcase toko, dalam pose Sky-Hook. Kartu dalam keadaan setengah lusuh itu, dipajang di toko dan dihargai Rp 250.000,-. Suatu nilai yang fantastis sekaligus gila!. Tetapi, mata terlanjur memandang, dan sejak detik itulah, timbul keinginan bahwa saya sangat ingin dan harus memiliki memiliki salah satu kartu Kareem Abdul-Jabbar. Kartu yang saya lihat waktu itu, sama persis seperti kartu dibawah ini dan saya baru bisa dimiliki 6 bulan lalu, setelah penantian panjang bertahun-tahun.
Tahun 1996, di awal masa SMA, saya memutuskan untuk membeli salah satu kartu Kareem Abdul-Jabbar yang dijual oleh Bang Yono, penjual kartu basket yang biasa mangkal di bawah pohon jambu air dekat gerbang SMP saya. Perjumpaan ini tidak sengaja, saat itu kami bertemu sehabis shalat Jumat di Masjid kompleks sekolah swasta tempat ia biasa mangkal selain SMP saya. Kartu ini saya beli seharga Rp 37.500,- setelah melalui negosiasi harga hampir satu jam. Inilah kartu terakhir yang saya beli darinya. Kepadanya saya bercerita bahwa menjelang EBTANAS SMP, hampir semua kartu saya dirampas teman-teman dan hanya tersisa beberapa buah saja. Saya mengatakan padanya bahwa saya telah memutuskan untuk berhenti mengoleksi kartu basket, dan menjadikan kartu Kareem Abdul-Jabbar ini adalah kartu terakhir yang saya beli sebagai kenang-kenangan. Anda masih bisa melihat list toploader (wadah kartu dari bahan plastik tebal) sudah mulai menguning.
Sekitar Bulan Oktober 2011, saat sedang browsing, saya menemukan website milik kolektor kartu basket Andre Susilo, seorang pemuda seusia saya yang tinggal di Bandung dan dari situs itulah saya mengetahui bahwa di kaskus, forum jagat maya terbesar di Indonesia ada berkumpul para kolektor kartu basket yang hampir semuanya seusia saya. Apa yang terjadi kemudian, adalah berkah bagi saya, sebab saya memperoleh kesempatan kedua untuk menulis ulang impian gila masa remaja. Beberapa bulan kemudian, saya berkenalan dengan paypal, ebay, dan mulailah saya keracunan mengoleksi kartu basket. Namun setelah saya mendapatkan kartu basket dibawah ini dari memenangkan lelang akhir tahun 2011 di situs lelang online di ebay, perspektif saya tentang mengoleksi kartu basket sebagai sebuah memorabilia berharga fantastis menjadi berubah sepenuhnya. Kartu bertandatangan Kareem Abdul Jabbar ini saya peroleh setelah memenangi lelang akhir tahun dengan harga 28 Dollar saja ditambah biaya shipment dan packing 6 Dollar. Mungkin saya sedang beruntung waktu itu.
Pertengahan Januari 2012, saya melihat kartu yang jenisnya sama dengan kartu saya diatas, dijual orang di ebay seharga lebih dari 80 Dollar, belum termasuk shipment dan biaya packing. Ini gila, pikir saya.. Tetapi tidak butuh waktu lama hingga akhirnya saya benar-benar menyadari bahwa bisnis memorabilia adalah bisnis multi-milyar dollar, dan orang bisa menganggapnya sebagai barang investasi berharga semacam saham yang bisa naik turun harganya. Saya tambah takjub saat mengetahui bahwa Majalah Beckett, ternyata bisa didapatkan dengan mudah di kalangan teman-teman komunitas kolektor kartu basket, semudah kita memesan majalah bulanan lainnya. Majalah Beckett ini dulunya semasa saya SMP, memang menjadi acuan para pedagang kartu. Nah, setelah saya memperoleh gambaran besarnya, sekarang saya menyadari bahwa saya boleh berharap adanya keuntungan finansial dimasa mendatang dengan mengoleksi memorabilia pemain basket terkenal. Koleksi Kartu basket ternyata semakin unik dan varian produknya juga mengesankan. Jika anda salah satu penggila olahraga Basketball sekaligus fans berat Liga Bola basket NBA, anda bisa memperoleh kartu basket yang didalamnya terdapat secarik potongan baju tanding otentik yang pernah digunakan dalam pertandingan resmi Liga NBA, atau lazim disebut sebagai Jersey Card oleh kalangan kolektor. Kartu semacam ini biasanya dicetak terbatas, dan saya bersyukur bisa memilikinya. Demikian juga untuk kartu yang ditandatangani oleh sang pemain (on-card autograph) atau variasi lainnya adalah kartu yang ditempeli sticker bertandatangan sang pemain (sticker autograph). Berikut ini adalah tampilan bagian depan dan bagian belakang dari kartu Jersey Kareem Abdul Jabbar yang dicetak terbatas sebanyak 99 buah saja. Saya memiliki kartu yang bernomor 12 dari 99 buah yang dicetak oleh Panini America.
Belum lama ini, saya berniat untuk memperkaya koleksi-koleksi saya dengan secara khusus mengumpulkan kartu bertandatangan 50 pemain basket terbaik sepanjang masa yang pernah berkiprah di NBA. Ke-50 pemain terbaik itu, diumumkan oleh komissioner NBA, David Stern pada tahun 1996, bertepatan dengan perayaan 50 tahun liga NBA. Koleksi ini, dan ke-50 pemain tersebut dikenal publik sebagai The NBA 50 Greatest Player in History. Hingga saat ini sudah terkumpul 28 kartu basket dari 50 yang direncanakan. Harga kartu bertandatangan pemain legendaris, dalam dunia koleksi kartu basket memiliki kelas tersendiri. Fakta bahwa merekalah kumpulan permain terbaik dan terhebat serta beberapa diantaranya sudah wafat yang memustahilkan terbitnya kartu baru bertandatangan pemain yang sudah wafat itu, mengakibatkan nilai jual kembali kartu-kartu itu bertambah tinggi dari waktu ke waktu. Nah, sekarang Kartu Kareem Abdul Jabbar sudah punya teman sesama 50 Greatest..Dialah Bill Russell, pemain legendaris dari tim Boston Celtics.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS